GURU DI TEPIAN HARI




GURU DI TEPIAN HARI
Oleh : Aries Supriady
            Aku lipat sajadah dan kain sarung seusai aku menunaikan sholat malam. Aku duduk di meja kerjaku tempat yang menjadi pelabuhan raga setiap ku selesai melakukan kegiatan dan bekerja. Aku  minum kopi hitam yang telah menungguku dengan setia kurang lebih dua puluh lima menit. Aku masih memikirkan apa yang terjadi dengan bangsa ini, dua bulan sudah aku tak melakukan rutinitasku untuk mengajar para generasi bangsa ini. Covid-19 telah mengusik kedamaian hati di penjuru negeri ini.
            Baiklah aku ingin bercerita dari tentang saat ini, saat dimana guru berada di tepian hari, mengajar hanya melalui media online dan bergelut dengan waktu dan materi yang tak dapat tersampaikan  dengan maksimal. Simaklah dengan seksama aku tulis ceritaku ini tepat disepertiga malam dan dikala semesta bertasbih. Dan aku mulai dari sebuah sajak ini.

PESONA MALAIKAT

Dia pemilik wajah  teduh
Parasnya cerminkan kedamaian
Senyumnya menyinari hati bak mentari pagi
Sapanya  kehangatan  dikala  resah merasuki jiwa

Dia pemilik kelembutan
Lisan menuntun kebaikan
menuntun lirih meng ejakan dengan sabar
“ Alif, Ba, Ta, Sa”
Hingga aku mengenal yang disebut dengan Hijaiiyah  dan Zuz Amma

Dia pemilik teladan
Disetiap menjelang senja
Suaranya selalu terdengar
“ Ayo anak – anakku .. udahan main karetnya”
“ beresan main kelerangnya “, “ ayo udah, jangan main petak umpet lagi “..
Bergegaslah wudhu
Wakhu hampir magrib

Dia pemilik  kalimat yang bernama IKHLAS
Karna tak pernah terdengar ia mengeluh walau itu disenar nada
Tak pernah terpikir olehku
Siapa sosok pemilik pesona malaikat itu ?
Sajak ini aku dedikasikan untuk guru ngajiku semasa kecil dulu. Kesabaran keihklasan menjadikan panutan dan tauladan untuk diriku, hingga aku kini menjadi seorang guru.
Aku sepakat Pelangi itu indah karena warnanya, begitu pula dengan romansa pendidikan yang kian menantang dari hari ke hari, sebagai pendidik tentunya ribuan variasi suka dan duka dalam membina peserta didik telah kita lalui. Benarlah ungkapan itu menuturkan keindahannya, guru terbaik adalah pengalaman. Seperti safana terluas dengan hamparan rumput yang hijau. Begitu pun kami dengan pengalaman -pengalaman yang telah kita lalui, menjadikan Pembelajaran berharga untuk terus membimbing generasi Penerus bangsa ini untuk terus menjadi lebih baik.
Di awali mulai tanggal  16 - 28 Maret 2020, peserta didik disarankan belajar dirumah, Dengan Pembelajaran online, guna antisipasi penyebaran virus Corona yang semakin mewabah. Bagaimana dengan kami pendidik?
Kami pendidik masih tetap kesekolah, karena guru untuk terus ada melayani kepentingan peserta didik, meski lewat Pembelajaran jarak jauh. kami tetap antusias untuk terus memberikan pendidikan kepada peserta didik.
Bapak ibu guru kok masih kesekolah? Apa tidak takut Corona? , siswa belajar dirumah, pekerja bekerja dirumah (homework). Tapi bapak ibu guru tetap kesekolah, Corona tidak dapat menyentuh bapak ibu guru yah?
Pertanyaan itu beberapa kali muncul ketika saya akan berangkat kesekolah, dan saya jawab dengan candaan ringan, Insya Allah, Allah masih melindungi kita, dan kita pun tetap waspada.
Oh,.... izinkanlah kami senantiasa Mendekap kalian wahai Para peserta didik, di hening nya malam dikala Semesta bertasbih. Sebanyak apapun rintangan untuk mencerdaskaskan kalian, Insya Allah akan selalu kami lalui. Doa kami untuk kalian generasi bangsa yang hebat bermartabat.
            Waktupun terus berlalu, kejenuhan terus bertambah dengan diberikan perpanjangan untuk belajar jarak jauh, aku dan semua rekan akhirnya bekerja dari rumah karena wabah semakin terus bertambah.
Aku tak mengeluh, taka da batas untuk aku memberikan pendidikan kepada para generasi bangsa ini. Ternyata masih ada pejuang yang berada di garda terdepan untuk memerangi virus tersebut , dan aku panggil meraka dengan nama Bidadari dan panglima berbusana putih.
Tersampaikanlah  kalimat haru ,syarat akan diksi yang terpenuhi makna , cinta dari segala cinta,rindu dari setiap rindu, gundah dari goresan hari ,mereka  tinggalkan keegoisan hati dari dalam setiap belahan jiwa  yang terpatri dari setiap keinginan.  Berjalan terus tanpa henti tak terbelenggu di senar alam yang kian hari makin mencekam.
Meskipun beranda bangsa telah mengisyaratkan duka dalam setiap layout paparan dengungnya. Aku berharap dapat dimengerti ceritaku ini, aku tinggalkan sejenak profesiku dank u ingin apresiasikan untuk mereka para pahlawan kesehatan itu. walau belum terderkripsikan alur yang akan aku narasikan untuk para  bidadari yang berbusana putih dan ratusan panglima berjubah putih pula.
ketahuilah tiada aku dustai , detik demi detik telah kuhitung waktu berlalu dengan tertatih, berpijak menyeret setiap langkah dengan dibubuhi tangis  dan ribuan motivasi, demi selaksa kearifan dan kebahagiaan para penghuni dunia ini. Pendidik  memiliki tugas mencerdaskan setiap generasi bangsa ini dan mereka bertugas menyehatkan bangsa ini. Keduanya terintegrasi untuk bangsa ini menjadi maju dan lebih baik.
Aku berikan sajak mesra untuk mereka sebagai apresiasi nyata dari pendidik untuk para bidadari dan panglima berbusana putih itu. Resapi dan hanyati dari setiap baris lariknya.

Ku lukis wajahnya

Aku lukis wajahnya
Pada butiran pasir yang berserak        
Meski tak sempurna
Tapi terasa indah
Karena akhirnya tersapu jua oleh ombak

Aku lukis wajahnya
Diatas perahu tanpa lentera
Disaat tubuhku menggigil
Dan terhempas deburan ombak pasang

Aku ingin sekali bermuara
Menepi pada pesisir
Dan berteduh dibawah purnama
Membacakan sajak indah
Tahta mahkota untuk bangsa
Apresiasi nyata untuk para bidadari dan panglima berbusana putih

Oh… lidahku terlalu kaku untuk memintal benang – benang kata
Dan menyulamnya menjadi kain kalimat menakjubkan
Lalu…
Biar ku lukis kembali wajahnya dihati kecilku
Besama doa terindah untuknya
Demikian telah kuceritakan dengan sangat dalam  narasiku untuk alam tercinta ini. Sampailah penaku pada ujung waktu untuk ku terjaga seperti pagi  yang sampai pada siangnya. Dan  setiap hari aku pandangi bunga Jawer Kotok  dan kembang  Pucuk Merah   yang tumbuh berdampingan dihadapanku aku berikan mereka senyum,Aku hirup sensasi aromanya  hingga aku terbuai.
Secangkir Kopi hitam menyeret khayalku pergi mala mini berlalu lalang dengan cerita menjelang subuh dan esok pagi akan aku temui pula hamparan sawah  tanpa tepi tempat cahaya raja siang berlabuh dan belalang – belalang kecil berlomba menghamburkan dirinya keudara. Aku temukan  juga hamparan Selokan jernih  Mengalir dengan gemericik nyanyian sendunya.
Oh…  Jiwaku kau mengintrogasiku di tengah kedamaian hati Dan kau jadikan aku terdakwa dalam persidangan perasaanku. Perasaan yang ingin segera berakhir dan kembali pada runitasku untuk mengajar. Tuhan, aku tak mampu mendeskripsikan semuanya baik lewat doa, puisi ataupun  esai aku sadar aku bukanlah manusia suci dan hamba yang taat akan seluruh perintah-Mu dan juga larangan-Mu. Tapi Tuhan aku memiliki proposal Doa sebelum cerita pendekku ini berakhir. Berikanlah diriku keteguhan Iman , kesehatan, kesejahteraan untuk mereka para pejuang covid dan juga seluruh murid – muridku. Hanya itu tak lebih. Amiin Ya Robbal Alamin.
                                                                    Sekian.                        

Komentar